Penetapan status ini dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya pada Minggu, 8 September 2024 secara daring bersama Tim Bezos Earth Fund [BEF] – lembaga filantropi berbasis di Amerika Serikat – melalui teleconference dari Denpasar, Bali. Mendapat penolakan besar dari masyarakat. Hal ini menjadi pengkhianatan terhadap keberadaan masyarakat adat yang telah merawat gunung mutis selama ratusan tahun.
Dikutip dari siaran pers yang dikeluarkan oleh KLHK pada 31 Oktober 2024, menjelaskan bahwa proses penetapan Taman Nasional Mutis – Timau telah ditempuh sesuai prosedur yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 tahun 2021 tentang perencanaan kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan. Proses tersebut meliputi: usulan/ proposal, penelaahan dokumen usulan pada Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, pembentukan tim terpadu, studi/ penelitian lapangan oleh tim terpadu, penyampaian laporan dan rekomendasi oleh Tim terpadu kepada Menteri LHK, proses penelaahan laporan serta penerbitan Keputusan Menteri LHK. Tim terpadu memiliki pilihan untuk tidak merekomendasikan perubahan fungsi, merekomendasikan sebagian ataupun merekomendasikan seluruhnya.
Klaim pemerintah mengungkapkan bahwa dengan diberlakukannya status menjadi taman nasional ini akan membawa komitmen pemerintah untuk melindungi flora dan fauna endemic dan mengurangi fungsi konservasi,rekreasi,dan aktifitas lainnya, kemudian dapat menerapkan system zonasi untuk dikelola oleh masyarakat. Namun nyatanya tanpa adanya perubahan status menjadi Taman Nasional Gunung Mutis, masyarakat setempat sudah lebih dahulu melakukan hal tersebut sesuai dengan hukum adat yang berlaku, dengan menjaga dan merawat setiap titik sakral yang ada di gunung mutis dan semua larangan-larangan yang berlaku.
Dengan adanya system yang diberlakukan oleh pemerintah terhadap paru-paru pulau Timor ini akan mengganggu aktifitas pariwisata dan tatanan budaya serta ritual-ritual yang sering dilakukan oleh masyarakat di area Gunung Mutis
KLHK membantah dengan menekankan bahwa Pembangunan di Kawasan hutan tersebut tidak diprioritaskan namun ada beberapa sarana strategis yang akan dibangun. Hal ini dengan jelas menggiring pemahaman masyarakat seperti tidak akan terjadi perubahan apa apa pada lingkungan gunung tersebut, namun apakah itu benar-benar dilakukan? Atau berbanding terbalik seperti taman-nasional di beberapa daerah misalnya Taman Nasional Ujung Kulon dengan kerusakan yang terjadi adalah pemasangan jarring taplok, pengambilan kayu, pembuatan akses jalan dan pencemaran lingkungan dengan sampah, Taman Nasinal Tanjung Puting berupa pembalakan liar dan kebakaran hutan, Taman Nasuonal Lorantz, pembangunan proyek jalan, Taman Nasional Komodo berupa sampah serta situs-situs terancam rusak.
Perambahan Liar dan aksi illegal yang sulit ditindak lanjut oleh pemerintah karena ada pejabat daerah yang menyokong bisa saja akan memperparah keadaan, belum lagi ditambah dengan ambisi investor untuk meraup keuntungan besar.
Berkaca pada data seperti dikutip dari Kompas mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 43 taman nasional dengan luas Kawasan mencapai 12,3 Juta Hektas, namun sekitar 30 persen diantaranya dalam kondisi rusak parah akibat perambahan.
Sehingga dinilai iming-iming system zonasi hanyalah strategi yang nyatanya perawatan dan semuanya telah diatusr oleh hukum adat yang berlaku turun temurun sejak ribuan tahun, dan dilakukan oleh masyarakat hingga saat ini.
Diduga cepatnya perubahan status menjadi taman nasional memiliki alasan tertentu, mengingat Gunung Mutis menyimpan sumber daya alam dengan potensi besar yang menggiurkan. Dan bagi masyarakat ini adalah masalah besar yang siap dihadapi dalam keberlangsungan keturunan yang akan mendiami area sekitar gunung.
Pertanyaan besar yang terbesit di sebagian masyarakat adalah mengapa dengan cepatnya dan ngototnya pemerintah merubah statusnya, sedangkan ditinjau dari setiap pernyataan yang dikeluarkan semuanya telah dilakukan oleh masyarakat adat untuk merawat dan memelihara Kawasan hutan tersebut bahkan sebelum Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat.
Biarkan Tanah Timor tetap cantik dengan balutan eksotisnya tanpa harus diganggu dengan cara yang tidak perlu dilakukan. (** Eppy Manu – CEO Sektrum Media Group
(** Keterangan
Photo - Internet
Berkaca pada data seperti dikutip dari Kompas mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 43 taman nasional dengan luas Kawasan mencapai 12,3 Juta Hektas, namun sekitar 30 persen diantaranya dalam kondisi rusak parah akibat perambahan.