Ende. Spektrum-nasional.com || Beberapa pekan terakhir ini nama AKBP Yudha Pranata, Kapolres Nagekeo, ramai diperbincangkan publik, bukan karena prestasi mencengangkan dalam tugas pokoknya memelihara keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan dan pengayoman masyarakat, tetapi karena aktivitasnya di medsos.
AKBP Yudha Pranata ditenggarai tengah membangun kekuatan kelompok eksklusif yang ia pimpin sendiri sebagai Admin dari Group WhatsApp (GWA), diberi nama dan logo Kaisar Hitam Destroyer (KH-Destroyer), yang anggotanya terdiri dari Polisi dan wartawan lokal pilihannya sendiri.
Sebuah media online lokal di Flores terbit 20 April 2023, menulis berita dengan judul "Bikin Dia Stres. Dibuang Saja. Patahkan Rahangnya" di Grup WhatsApp milik Kapolres Nagekeo di Flores Bicara Rencana Kekerasan terhadap Jurnalis, membuat kita semua pembaca menjadi miris dan bertanya-tanya apakah AKBP Yudha Pranata ini kurang kerjaan atau apakah ia memang sedang stress.
Apakah layak dan pantas, seorang Kapolres memimpin sebuah kelompok dengan aksi-aksi yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, membangun rasa kebencian, menyebar berita bohong dengan menggunakan sarana medsos, mengunggah, memposting dan menyebarkan ujaran kebencian dan rasa permusuhan, berselimut dibalik alasan membina wartawan.
MELANGGAR ETIKA DAN HUKUM.
Secara Etik dan hukum, apa yang dilakukan AKBP Yudha Pranata sudah masuk kualifikasi melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian (KEPP) dan Tindak Pidana, karena itu AKBP Yudha Pranata dan seluruh anggota GWA-nya perlu dimintai pertanggungjawaban secara Etik dan Hukum Pidana.
Sejumlah Advokat akan melaporkan ke Bareskrim Polri, Propam Polri, Komisi Kode Etik Kepolisian Negara (KKEP) dan Kompolnas untuk memastikan apakah AKBP Yudha Pranata dan anggotanya melanggar Kode Etik Kepolisian dan Tindak Pidana atau apakah ada tendensi lain atau hidden agenda.
Perilaku AKBP Yudha Pranata, dengan Group WhatsApp (GWA) eksklusif dengan merekrut anggota Polisi dan Wartawan tertentu masuk anggota GWA, Kaisar Hitam Destroyer (KH-Destroyer), lalu menebar teror dan intimidasi kepada orang-orang tertentu terutama wartawan, jelas merupakan ancaman serius terhadap profesi wartawan.
Padahal GWA KH Destroyer, ini telah digunakan AKBP Yudha Pranata sebagai media komunikasi antar AKBP Yudha Pranata dengan anggota GWA KH Destroyer, yang melembaga di dalam tubuh Polres Nagekeo sebagai medsos, namun sangat disayangkan karena konten-kontennya berisi, teror, menebar ancaman dan kebencian kepada orang-orang tertentu yang sedang jadi target terutama wartawan.
KH-DESTROYER DESTRUKTUF.
Survei Ombudsman NTT, yang direlease pada 6/2/2023 lalu, menempatkan Polres Nagekeo di bawah pimpinan AKBP Yudha Pranata sebagai satu-satunya Polres di wilayah hukum Polda NTT yang memperoleh penilaian terendah dengan kategori nilai D atau interval nilai 32.00-53,99 dengan score 49,62 dalam hal kepatuhan standar pelayanan publik.
Dengan demikian, kita tidak heran kalau saja AKBP Yudha Pranata dalam memimpin Polres Nagekeo, bersikap arogan, munafik dan keluar dari tupoksi bahkan bertentangan dengan Peraturan Kepolisian Negara Tentang Kode Etik Profesi, khusus menyangkut Etika Kenegaraan; Etika Kelembagaan; Etika Kemasyarakatan dan Etika Kepribadian.
Di dalam Etika Kepribadian ditegaskan bahwa setiap pejabat Polri, dilarang menggunakan sarana media sosial dan media lainnya untuk aktivitas atau kegiatan mengunggah (upload), memposting dan menyebarluaskan berita yang tidak benar atau ujaran kebencian dll.
Faktanya AKBP Yudha Pranata menjadi admin GWA KH-"Destroyer" yang dalam interaksi dengan sesama anggota KH-Destroyer, menggunakan narasi yang berisi instruksi : "bikin dia stress", ada permufakatan jahat (ini sudah tindak pidana), mematahkan rahang, singkirkan, lenyapkan pengkhianat, jadikan sampah dll.
Juga beredar rekaman video yang memperlihatkan AKBP Yudha Pranata mencabut pisau dari pinggangnya lalu menancapkan di atas meja sambil marah-marah di hadapan warga dalam suatu acara pertemuan adat warga Nagekeo, ini juga berpotensi sebagai tindak pidana.
Beberapa Advokat akan membawa kasus AKBP Yudha Pranata dan seluruh anggota GWA KH-Destroyer ke Bareskrim, Propam Mabes Polri, Komite Kode Etik Kepolisian dan Kompolnas, karena perilaku AKBP Yudha Pranata secara langsung atau tidak langsung berpotensi destruktif dan mengganggu kohesivitas sosial masyarakat di Nagekeo.
Ditulis oleh: Petrus Salentinus, Koordinator TPDI & pergerakan Advokat Nusantara/Perekat Nusantara
Editor: Kans Tse
Berkaca pada data seperti dikutip dari Kompas mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 43 taman nasional dengan luas Kawasan mencapai 12,3 Juta Hektas, namun sekitar 30 persen diantaranya dalam kondisi rusak parah akibat perambahan.